Pengertian Wayang, Asal-Usul Wayang Kulit sebagai Seni Pertunjukkan Budaya Asli Indonesia

Kata wayang (bahasa Jawa), bervariasi dengan kata bayang, yang berarti  bayangan, seperti halnya kata walu dan batu, yang berarti batu atau kata wuri dan buri, yang berarti belakang. Bunyi yang dilambangkan dengan huruf w dan b pada kata yang pertama dengan yang ke dua tidak mengakibatkan perubahan makna  pada kedua kata tersebut

G.A.J Hazeu mengatakan bahwa wayang dalam kata/bahasa Jawa berarti:  bayangan, dalam bahasa Melayu artinya: bayang-bayang, yang artinya, bayangan, samara-samar, remang-remang, menerawang, dalam bahasa Aceh, bayang, artinya bayangan, bahasa Bugis bayang atau wayang, dalam bahasa Bikol menurut keterangan Profesor Kern, bayang, atau barang atau nerawang. Semua itu berasal dari akar kata, yang, yang berganti-ganti suara yung, yong, seperti dalam kata: layang (nglayang) = yang, dhoyong = yong, reyong = yong, reyong-reyong, atau reyang-reyong, yang berarti selalu berpindah tempat sambil membawa sesuatu, poyang-payingan = bingung, ruwet, dari kata asal:  poyang, akar kata yang.


Menurut hasil perbandingan dari arti kata yang akar katanya berasal dari yang dan sebagainya tadi, maka jelas bahwa arti dari akar kata: yang, yung, yong ialah bergerak berkali-kali, tidak tetap, berubah, melayang, samara-samar. Kata depan wa menurut parmasastra jaman sekarang sudah tidak pernah digunakan lagi, dan tidak memberi daya atau wibawa lagi pada akar kata tadi (kata yang didahului). Seperti misalnya dalam kata wahiri yang artinya iri, bila diperbandingkan dengan kata bahiri.

Kalau demikian kata Jawa: wayang artinya berjalan berkali-kali, lalu lalang, tidak tinggal tetap, samara-samar, remang-remang, jadi kata bendanya  juga; wayang atau wayangan. Pembentukan kata seperti itu tentu sudah semenjak  jaman kuna, dimana kata depan wa pada saat itu masih mampu memberi daya atau wibawa pada akar kata yang didahuluinya, tidak beda awalan. Lebih jauh Hazeu Buku Ajar MPK Seni Wayang PPKPT UI 2 menyatakan bahwa kata hyang (roh, sukma, dewa, Allah) juga berasal dari akar kata yang.

Menurut buku kamus Kawi-Bali karangan Dr, Van der Tuuk, arti Hyang sebenarnya adalah leluhur persamaannya dalam kata Jawa : heyeng (eyang), (heyang-heyang). Mengapa Dr. Van der Tuuk memperbandingkan hyang dengan heyang, itu menandakan bahwa kata pendahulunya (kata depan) adalah ha (h) tidak dianggap sebagai akar kata. Dengan demikian akar kata hyang  adalah yang. Akar kata yang ini, di atas sudah diberi arti = bergerak berkali-kali, simpang siur, lalu lalang, melayang. Dengan demikian kata hyang dapat diartikan yang tinggalnya tidak tetap, melayang, oleh karena itu dapat pula berarti : sukma, roh, yang melayang, yang mengitar, jadi makna dan artinya dapat diperinci menjadi dua : pertama sukma, roh, Allah, kedua : orang yang sudah meninggal (leluhur).

Adapun kaitannya dengan akar kata yang, kalau sudah mendapat imbuhan menjadi: hyang  dan wayang; dan semuanya ini memang ada kemiripannya seperti: layangan (bayang-bayang), sukma, roh, leluhur. Tapi hal ini memang tak ada bukti yang memperkuatnya. Oleh karena wayang kulit itu menghasilkan  bayangan (wayangan), maka lalu dinamakan wayang. Adapun awayang  atau amayang  di jaman kuna, sekarang berarti amayang  atau mayang (memainkan wayang). Lama-lama wayang jadi terbiasa menjadi nama wayang kulit. Semakin lama pula, setelah wayang kulit menjadi tontonan yang umum di masyarakat maka kata atau istilah wayang tadi dipakai pula untuk menamakan tontonan yang mirip wayang kulit purwa, seperi wayang golek, beber, gedog, wayang orang, malah sekarang ada yang menamakan wayang topeng.

Pengertian bayang-bayang/bayangan yang lain untuk menerangkan kata dan makna wayang yaitu dalam bahasa Jawa yang disebut sebagai ayang-ayang. Misalnya seseorang yang sedang berdiri atau duduk di suatu tempat, kemuadian ia diterpa cahaya / sinar matahari yang mengenai badan si orang itu, maka orang itu kemudian menghasilkan bayangan. Bayangan inilah yang kemudian oleh orang Jawa sering dinamakan ayang-ayang. Tentu saja panjang dan pendeknya ayang-ayang tersebut sangat bergantung pada sudut posisi matahari. Apabila matahari dalam posisi rendah, maka bayangan orang itu menjadi panjang, dan apabila sudut  posisi matahari tinggi, bayangan semakin pendek.

 Terdapat pula kata yang berhubungan dengan kata ayang, yaitu ngayang.  Ngayang (Bahasa Jawa), artinya seseorang dalam keadaan melengkungkan  badannya ke belakang dengan posisi kepala melihat ke belakang ; atau hanya sampai pada melihat dan memperhatikan langit, angkasa atau ‘atas’. Sehingga apabila dikaitkan dengan pengertian wayang dalam konteks kata hyang, yang  berarti roh melayang-layang di angkasa atau ke atas, maka kata ngayang tersebut ada relevansinya. Hanya saja kata ngayang biasanya dipergunakan dalam konteks  permainan maupun olah raga.

Pengertian-pengertian wayang di atas lebih berorientasi pada seni pertunjukan yang memperhatikan/menekankan pada efek yang dihasilkan oleh suatu boneka atau sejenisnya setelah benda tersebut dikenai/disorot dengan cahaya yang datangnya dari sebuah lampu (blencong), yang kemudian menghasilkan suatu bayangan. Dari bayangan yang dihasilkan itu kemudian ditangkap oleh sekat, layer (kelir), yang akhirnya menghasilkan bayangan lagi di bagian belakang layar (dibalik kelir). Bila demikian maka terdapat dua bagian bayangan; yang  pertama, bayangan di bagian depan layar dan yang kedua bayangan di balik layar. Bayangan yang terdapat di bagin depan layar terjadi apabila boneka tersebut digerakkan menjauhi layar dn mendekati blencong. Apabila boneka wayang tersebut di dekatkan pada blencong, maka bayangan akan membesar baik di depan atau di belakang layar.

Demikian artikel yang saya tulis malam ini, lihat juga artikel saya yang lain tentang karya wayang dan Perkembangan pengertian wayang.

Sumber    : "BUKU AJAR MPK SENI WAYANG"
Penyusun : PRIYANTO, S.S., M.Hum & DARMOKO, S.S., M.Hum

Subscribe to receive free email updates: